Tantangan Sertifikasi ISPO: Perkebunan Sawit di Melawi Masih Tertinggal
Blkbanyuwangi.com – Sektor perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu penopang ekonomi utama di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Namun, banyak dari perkebunan tersebut ternyata belum mengantongi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil(ISPO), yang menjadi standar keberlanjutan nasional. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait aspek legalitas, lingkungan, dan daya saing industri sawit daerah.
Apa Itu Sertifi00k2asi ISPO?
ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil adalah sertifikasi resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa kegiatan perkebunan sawit dilakukan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sertifikasi ini bersifat wajib, terutama bagi perusahaan perkebunan skala besar.
Tujuan dari ISPO adalah mendorong praktik pertanian yang sesuai dengan peraturan nasional, menjaga kelestarian lingkungan, serta meningkatkan citra sawit Indonesia di pasar internasional.
Banyak Perkebunan Sawit di Melawi Belum Tersertifikasi
Hingga pertengahan tahun 2025, data dari Dinas Perkebunan menunjukkan bahwa sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Melawi belum memiliki sertifikat ISPO. Hal ini terjadi baik pada perkebunan milik perusahaan besar, maupun yang dikelola oleh petani mandiri atau koperasi.
Ketiadaan sertifikat ini menjadi hambatan serius, terutama dalam proses distribusi hasil panen ke pasar ekspor yang mengedepankan aspek keberlanjutan.
Faktor Penyebab Rendahnya Kepemilikan ISPO
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan rendahnya tingkat sertifikasi ISPO di Kabupaten Melawi:
-
Kurangnya sosialisasi dan pendampingan teknis kepada petani dan pengelola kebun.
-
Keterbatasan biaya dan akses informasi, khususnya bagi petani kecil.
-
Belum adanya kewajiban tegas atau sanksi dari pemerintah daerah terhadap kebun yang belum tersertifikasi.
Kondisi ini membuat banyak pihak memilih menunda proses sertifikasi karena dianggap rumit dan belum mendesak secara ekonomi.
Dampak Tidak Tersertifikasi Terhadap Industri Sawit
Ketiadaan ISPO bukan hanya berdampak pada reputasi produk sawit lokal, tetapi juga berpotensi menurunkan harga jual tandan buah segar (TBS). Beberapa pabrik bahkan mulai menerapkan standar ketat dan hanya menerima TBS dari kebun yang sudah tersertifikasi.
Selain itu, risiko kerusakan lingkungan juga semakin besar apabila praktik perkebunan tidak dikendalikan sesuai standar. Ini bisa memicu konflik lahan, deforestasi, dan pencemaran air di sekitar wilayah kebun.
Upaya yang Diperlukan untuk Mendorong Sertifikasi ISPO
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah bersama pihak terkait perlu mengambil langkah konkret, seperti:
-
Menyediakan pelatihan dan sosialisasi berkala tentang ISPO.
-
Memberikan insentif atau kemudahan biaya sertifikasi bagi petani kecil.
-
Mendorong kolaborasi antara koperasi, perusahaan besar, dan pemerintah untuk mempercepat proses sertifikasi.
Dengan langkah ini, diharapkan jumlah kebun bersertifikat ISPO di Kabupaten Melawi bisa meningkat dalam waktu dekat.
Kurangnya sertifikasi ISPO di perkebunan kelapa sawit Kabupaten Melawi menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan sektor ini. Tanpa sertifikasi, produk sawit daerah akan kesulitan bersaing di pasar global dan menimbulkan risiko lingkungan. Kolaborasi antara petani, pemerintah, dan pelaku industri menjadi kunci utama untuk mewujudkan perkebunan sawit yang berkelanjutan dan berdaya saing.