Singapura Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Jadi 0-2 Persen

Singapura Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Jadi 0-2 Persen

Singapura baru-baru ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk tahun 2025 menjadi kisaran 0 hingga 2 persen, dari sebelumnya yang diperkirakan antara 1 hingga 3 persen. Penurunan ini dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat, terutama akibat kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) dan dampak perang dagang antara AS dan China127.

Latar Belakang Penurunan Proyeksi

Singapura, sebagai negara yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi global. Pengenaan tarif impor oleh AS, termasuk tarif dasar 10 persen yang mulai berlaku pada April 2025, serta tarif resiprokal yang lebih tinggi untuk negara-negara dengan surplus perdagangan besar terhadap AS, telah menimbulkan tekanan besar pada perdagangan global. Hal ini menyebabkan para ekonom memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Singapura, terutama untuk paruh kedua tahun 20258.

Dampak Terhadap Ekonomi Singapura

Data resmi menunjukkan bahwa ekonomi Singapura tumbuh 3,8 persen secara tahunan pada kuartal pertama 2025, lebih lambat dibandingkan 5 persen pada kuartal sebelumnya dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 4,2 persen. Perlambatan ini mencerminkan melambatnya aktivitas di sektor manufaktur dan jasa, serta penurunan permintaan eksternal yang signifikan. Bahkan secara kuartalan, PDB Singapura mengalami kontraksi sebesar 0,8 persen, menandai penurunan pertama dalam dua tahun terakhir1410.

Kebijakan Moneter dan Inflasi

Menanggapi situasi tersebut, Otoritas Moneter Singapura (MAS) melonggarkan kebijakan moneternya untuk kedua kalinya dalam tahun 2025. MAS menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan utama, bukan suku bunga, dan memutuskan untuk mengurangi tingkat apresiasi nilai tukar efektif nominal dolar Singapura (S$NEER). Langkah ini bertujuan untuk mendorong daya saing ekspor dan meredam dampak negatif dari perlambatan ekonomi global129.

Selain itu, inflasi inti Singapura juga menunjukkan tren penurunan. Inflasi inti yang tidak termasuk biaya transportasi pribadi dan akomodasi turun menjadi 0,6 persen pada Februari 2025, terendah sejak Juni 2021, dan diperkirakan akan berada di kisaran 0,5 hingga 1,5 persen sepanjang tahun 2025. Penurunan inflasi ini mencerminkan lemahnya permintaan domestik dan eksternal yang berdampak pada harga barang dan jasa1.

Implikasi dan Tantangan ke Depan

Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini membawa sejumlah implikasi bagi Singapura. Pertumbuhan yang lebih lambat berarti kesempatan kerja yang lebih sedikit dan kenaikan upah yang lebih terbatas bagi pekerja. Selain itu, perusahaan yang menghadapi kesulitan akibat kondisi ekonomi global yang memburuk mungkin akan merelokasi operasi mereka, yang berpotensi meningkatkan penghematan dan kehilangan pekerjaan di dalam negeri7.

Singapura harus terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik dengan cermat, serta tetap waspada terhadap risiko inflasi dan pertumbuhan. Kebijakan moneter yang adaptif dan langkah-langkah strategis lainnya akan sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memitigasi dampak negatif dari ketegangan perdagangan global1.

Kesimpulan

Perlambatan ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yang melambat dan kontraksi kuartalan. Untuk mengatasi tekanan ini, bank sentral Singapura melonggarkan kebijakan moneternya dengan menyesuaikan nilai tukar. Meskipun inflasi menurun, tantangan ekonomi tetap besar, termasuk risiko penurunan lapangan kerja dan investasi. Singapura perlu terus menyesuaikan kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan di tengah ketidakpastian global yang tinggi.