Nepal Bergolak: 51 Tewas dalam Demonstrasi Berdarah, Istri Eks PM Masih Hidup

Nepal Bergolak: 51 Tewas dalam Demonstrasi Berdarah, Istri Eks PM Masih Hidup

Nepal tengah menghadapi krisis politik Situs Medusa88 dan sosial yang mendalam setelah gelombang protes besar-besaran yang menewaskan sedikitnya 51 orang dan melukai lebih dari 1.300 lainnya. Protes yang dipicu oleh kebijakan pemerintah, seperti larangan media sosial dan dugaan nepotisme, telah mengguncang stabilitas negara yang sebelumnya dikenal damai ini.

Pemicu Protes: Ketidakpuasan Generasi Z

Demonstrasi dimulai pada 9 September 2025, ketika pemerintah Nepal memberlakukan larangan sementara terhadap platform media sosial utama seperti Facebook, X, dan YouTube. Langkah ini dianggap sebagai bentuk sensor terhadap kebebasan berekspresi, yang memicu kemarahan di kalangan generasi muda. Namun, ketidakpuasan yang mendalam terhadap ketimpangan sosial dan ekonomi, serta dugaan nepotisme di kalangan elit politik, menjadi faktor utama yang memperburuk situasi.

Kelompok yang dikenal sebagai “Gen Z” merasa terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang adil terhadap peluang ekonomi dan sosial. Mereka menyoroti gaya hidup mewah anak-anak politisi, yang dikenal sebagai “nepo babies,” sebagai simbol ketidakadilan dan ketimpangan yang semakin mencolok.

Kekerasan dan Kerusakan Infrastruktur

Protes yang awalnya damai berubah menjadi kekerasan pada 9 September, dengan demonstran menyerang dan membakar beberapa gedung penting, termasuk parlemen, kediaman perdana menteri, dan rumah-rumah politisi terkemuka. Kekerasan ini menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur negara dan menambah ketegangan politik yang sudah ada.

Selain itu, lebih dari 12.500 narapidana berhasil melarikan diri dari penjara selama kerusuhan, menambah tantangan bagi aparat keamanan dalam mengendalikan situasi.

Resignasi Perdana Menteri dan Pembentukan Pemerintahan Sementara

Di tengah kekacauan, Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengundurkan diri pada 10 September 2025, setelah rumahnya dan beberapa gedung publik diserang oleh demonstran. Langkah ini membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan sementara untuk menstabilkan negara.

Pada 12 September, Presiden Nepal, Ram Chandra Poudel, menunjuk Sushila Karki, mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal, sebagai perdana menteri interim. Karki menjadi wanita pertama yang memegang jabatan tersebut di Nepal. Dia dikenal karena integritas dan sikap anti-korupsinya selama menjabat sebagai hakim.

Penunjukan Karki diharapkan dapat meredakan ketegangan politik dan memulai proses rekonsiliasi nasional. Namun, beberapa pihak mengingatkan bahwa langkah ini mungkin bertentangan dengan konstitusi Nepal, yang membatasi pensiunan hakim agung untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Kerusuhan ini telah menyoroti ketidakpuasan mendalam di kalangan masyarakat terhadap sistem politik yang dianggap korup dan tidak responsif terhadap kebutuhan rakyat. Generasi muda, yang menjadi tulang punggung protes, menuntut perubahan struktural yang lebih adil dan transparan.

Selain itu, insiden tragis seperti kebakaran hotel yang mengakibatkan kematian seorang wanita India menambah kesedihan dan menunjukkan betapa luasnya dampak dari ketidakstabilan ini terhadap masyarakat umum.

Harapan untuk Masa Depan

Dengan penunjukan Sushila Karki sebagai pemimpin sementara, ada harapan bahwa Nepal dapat memulai babak baru dalam perjalanan politiknya. Karki diharapkan dapat memimpin proses rekonsiliasi, menyelidiki kasus-kasus korupsi, dan memastikan bahwa suara generasi muda didengar dalam proses pembuatan kebijakan.

Namun, tantangan besar masih dihadapi. Proses pemulihan akan memerlukan komitmen dari semua pihak untuk bekerja sama demi kepentingan nasional, serta upaya keras untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.

Nepal kini berada di persimpangan jalan. Keputusan yang diambil dalam beberapa bulan mendatang akan menentukan arah masa depan negara ini. Diharapkan bahwa dengan kepemimpinan yang bijaksana dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, Nepal dapat mengatasi krisis ini dan membangun fondasi yang lebih kuat untuk demokrasi dan keadilan sosial.